0
Penangkaran buaya terbesar di dunia
Posted by pangeran adipati
on
11:52 PM
Kalian ingin melihat buaya hidup sebanyak 2.800ekor???
Kalo kalian penasaran,datang aja ke penangkaran buaya milik Lo Than Muk,
80, di Asam Kumbang, Kecamatan Medan Selayang di Jalan
Bunga Raya II Kota Medan, Sumatera Utara. Dijamin kalian akan bengong melihat buaya yang jumlahnya sangat begitu banyak.Di penangkaran
itu terdapat buaya yang usianya 32 sampai 50 tahun lho..buseet ukurannya seberapa yah?? :-D
Areal penangkaran ini seluas satu hektar lebih, yang dikelola oleh Lho Than muk.Di dalam areal ini telah dibangun 78 bak
penangkaran buaya dan setengah hektar tanah dibuat
semacam danau tempat leluasa hidup di air dan naik ke
darat yang belakang danau telah dipagari tembok panjang
dengan tinggi sekitar 3 meter sebagai pembatas dengan
areal perkampungan penduduk yang berada di sekitarnya.
Agar terlihat oleh pengunjung danau ini diberi pagar besi
jaring-jaring pengaman. Menurut pengakuan para turis yang
telah datang berkunjung, ini adalah penangkaran buaya
terbesar di dunia yang dikelola secara tradisionil, untuk
menikmatinya biaya masuk hanya Rp.5000bagi orang
dewasa dan Rp 3000 bagi anak-anak.
Sebagai obyek wisata yang telah diakui oleh Pemko Medan,
penangkaran ini nampak sangat bersahaja, penangkaran
dikelola di dalam rumah penduduk biasa, cukup sederhana
sebagaimana sederhananya rumah tangga Lo Than Muk
bersama isterinya Lim Hiu Cu dengan dua anaknya Robert
Lo (30) dan Robin (28).
Populasi yang besar membuat pemilik menjadi prihatin di
dalam menyediakan pakan bagi buaya-buaya ini yang
membutuhkan satu ton daging segar setiap hari .wuiih !!!! sementara
sumber pembiayaan hanya mengandalkan harga tiket masuk
dari para pengunjung termasuk biaya pawang, pemeliharaan
dan perawatan. Setidaknya dibutuhkan dana 1 juta perhari
untuk biaya pakan, itu pun tidak semua buaya mendapatkan
mangsa pakan setiap harinya yang berasal dari ternak yang
mati umumnya ayam dan bebek. Bagi penduduk Kota Medan
yang memiliki ternak lembu, kerbau, babi dan kambing yang
mati biasanya di bawa ke tempat penangkaran ini.
Untuk mengurangi populasi pada tahun 2008 sebanyak 100
ekor buaya telah dikirim ke Banten dan telur-telur buaya
oleh pemiliknya tidak ditetaskan lagi tetapi di konsumsi
sendiri sebagai lauk makanan sehari-hari. Banyak peminat
buaya yang datang untuk membeli buaya, tetapi pemiliknya
tidak menjualnya karena binatang ini hanya untuk dipelihara
dan dilarang oleh pemerintah untuk diperjualbelikan. Namun
disayangkan selama ini bantuan pemerintah masih minim
untuk membantu pemeliharaan dan pelestarian buaya.
Lo Than Muk tidak menyangka sama sekali, penangkaran
buayanya berkembang menjadi 2.800 ekor. Awalnya dia
hanya iseng memelihara buaya kecil 12 ekor yang didapat
dari sungai-sungai yang ada di Kota Medan. Dari situ
kemudian buayanya terus berkembang biak dan akhirnya dia
buka penangkaran 1959 dan sempat tenar sebelum tahun
1998 sebagai objek wisata andalan Kota Medan. Lo Than
Muk lahir di Aceh Timur pada 11 Maret 1928 telah lama tiada
meninggalkan warisan buaya berikut areal penangkarannya,
kini ke dua orang anaknya melanjutkan usaha pelestarian
buaya-buaya ini.
Pada hari-hari biasa tempat ini sepi dari pengunjung, pada
hari libur terutama libur hari-hari raya besar tempat ini masih
ramai dikungjungi yang ingin melihat ekowisata buaya.
Pengunjung dapat menikmati suasana pemberian makan
buaya yang dilakukan satu kali dalam sehari pada pukul
17.00 WIB. Selain itu, dengan biaya 30 ribu rupiah untuk
membeli pakan yang telah disiapkan oleh pemilik anda bisa
memberi makan sendiri ke buaya-buaya ini. Hiburan lain di
tempat ini, seorang pawang bernama Supriyadi akan
melakukan atraksi buaya bersama seekor babon (kera)
dengan membayar 50 ribu rupiah dan kalian pun bisa berfoto
bersama dengan buaya dengan duduk diatasnya.
Jika kalian ke Kota Medan akan terasa kurang afdol jika tak berkunjung ke tempat ini.
Sumber : mbah gugel
Kalo kalian penasaran,datang aja ke penangkaran buaya milik Lo Than Muk,
80, di Asam Kumbang, Kecamatan Medan Selayang di Jalan
Bunga Raya II Kota Medan, Sumatera Utara. Dijamin kalian akan bengong melihat buaya yang jumlahnya sangat begitu banyak.Di penangkaran
itu terdapat buaya yang usianya 32 sampai 50 tahun lho..buseet ukurannya seberapa yah?? :-D
Areal penangkaran ini seluas satu hektar lebih, yang dikelola oleh Lho Than muk.Di dalam areal ini telah dibangun 78 bak
penangkaran buaya dan setengah hektar tanah dibuat
semacam danau tempat leluasa hidup di air dan naik ke
darat yang belakang danau telah dipagari tembok panjang
dengan tinggi sekitar 3 meter sebagai pembatas dengan
areal perkampungan penduduk yang berada di sekitarnya.
Agar terlihat oleh pengunjung danau ini diberi pagar besi
jaring-jaring pengaman. Menurut pengakuan para turis yang
telah datang berkunjung, ini adalah penangkaran buaya
terbesar di dunia yang dikelola secara tradisionil, untuk
menikmatinya biaya masuk hanya Rp.5000bagi orang
dewasa dan Rp 3000 bagi anak-anak.
Sebagai obyek wisata yang telah diakui oleh Pemko Medan,
penangkaran ini nampak sangat bersahaja, penangkaran
dikelola di dalam rumah penduduk biasa, cukup sederhana
sebagaimana sederhananya rumah tangga Lo Than Muk
bersama isterinya Lim Hiu Cu dengan dua anaknya Robert
Lo (30) dan Robin (28).
Populasi yang besar membuat pemilik menjadi prihatin di
dalam menyediakan pakan bagi buaya-buaya ini yang
membutuhkan satu ton daging segar setiap hari .wuiih !!!! sementara
sumber pembiayaan hanya mengandalkan harga tiket masuk
dari para pengunjung termasuk biaya pawang, pemeliharaan
dan perawatan. Setidaknya dibutuhkan dana 1 juta perhari
untuk biaya pakan, itu pun tidak semua buaya mendapatkan
mangsa pakan setiap harinya yang berasal dari ternak yang
mati umumnya ayam dan bebek. Bagi penduduk Kota Medan
yang memiliki ternak lembu, kerbau, babi dan kambing yang
mati biasanya di bawa ke tempat penangkaran ini.
Untuk mengurangi populasi pada tahun 2008 sebanyak 100
ekor buaya telah dikirim ke Banten dan telur-telur buaya
oleh pemiliknya tidak ditetaskan lagi tetapi di konsumsi
sendiri sebagai lauk makanan sehari-hari. Banyak peminat
buaya yang datang untuk membeli buaya, tetapi pemiliknya
tidak menjualnya karena binatang ini hanya untuk dipelihara
dan dilarang oleh pemerintah untuk diperjualbelikan. Namun
disayangkan selama ini bantuan pemerintah masih minim
untuk membantu pemeliharaan dan pelestarian buaya.
Lo Than Muk tidak menyangka sama sekali, penangkaran
buayanya berkembang menjadi 2.800 ekor. Awalnya dia
hanya iseng memelihara buaya kecil 12 ekor yang didapat
dari sungai-sungai yang ada di Kota Medan. Dari situ
kemudian buayanya terus berkembang biak dan akhirnya dia
buka penangkaran 1959 dan sempat tenar sebelum tahun
1998 sebagai objek wisata andalan Kota Medan. Lo Than
Muk lahir di Aceh Timur pada 11 Maret 1928 telah lama tiada
meninggalkan warisan buaya berikut areal penangkarannya,
kini ke dua orang anaknya melanjutkan usaha pelestarian
buaya-buaya ini.
Pada hari-hari biasa tempat ini sepi dari pengunjung, pada
hari libur terutama libur hari-hari raya besar tempat ini masih
ramai dikungjungi yang ingin melihat ekowisata buaya.
Pengunjung dapat menikmati suasana pemberian makan
buaya yang dilakukan satu kali dalam sehari pada pukul
17.00 WIB. Selain itu, dengan biaya 30 ribu rupiah untuk
membeli pakan yang telah disiapkan oleh pemilik anda bisa
memberi makan sendiri ke buaya-buaya ini. Hiburan lain di
tempat ini, seorang pawang bernama Supriyadi akan
melakukan atraksi buaya bersama seekor babon (kera)
dengan membayar 50 ribu rupiah dan kalian pun bisa berfoto
bersama dengan buaya dengan duduk diatasnya.
Jika kalian ke Kota Medan akan terasa kurang afdol jika tak berkunjung ke tempat ini.
Sumber : mbah gugel
Post a Comment